Imam Shamsi Ali: Strategi Merebut Kekuasaan Ala Komunis

17 February 2024 - 15:09 WIB
Imam Shamsi Ali: Strategi Merebut Kekuasaan Ala Komunis

Ada satu hal yang menarik dari sepak terjang penguasa Komunis China yang perlu dicermati. Bagaimana kelicikan penguasa Komunis itu untuk melanggengkan kekuasaannya. Cara-cara licik ini juga nampaknya banyak ditiru oleh banyak di berbagai belahan dunia, bahkan terkadang atas nama demokrasi.

Kita mengenal bahwa China adalah negara yang sangat maju dan kuat. Bahkan hampir-hampir saja menyalip negara-negara besar dan maju lainnya, termasuk Amerika Serikat. Akan tetapi harus pula diakui bahwa kemajuan perekonomian yang telah dicapai oleh China yang sedemikian dahsyat ternyata belum mampu memberikan kemakmuran yang luas dan merata bagi rakyatnya. Mayoritas rakyat yang jumlahnya lebih 2 Milyar itu masih bodoh dan miskin.

Di atas realita pahit dan perih rakyat luas inilah pemimpin Komunitas China berjoget ria. Mereka menikmati apa yang dikampanyekan mereka kampanyekan selama ini sebagai kemajuan, era emas, dan slogan lainnya. Lalu para penguasa  dan segelintir pemilik kekayaan negara itu melakukan kolaborasi di setiap lima tahun untuk meyakinkan rakyat seolah mereka telah berhasil dan memuaskan. Tidak jarang, Walau penuh manipulasi, survey pujian kepada penguasa sangat tinggi di luar nalar sehat manusia.

Di setiap pesta lima tahunan itu mereka menampilkan “mirage” (fatamorgana) pembangunan, kemajuan, dengan berbagai fasilitas negara yang selama ini mereka akumulasi dan nikmati. Saat-saat itu mereka menampilkan diri sebagai “heroes” untuk rakyat miskin. Mereka hadir menampilkan diri sebagai “juru selamat” dadakan bagi kaum papah yang termarjinalkan.

Padahal jika kita selami lebih dekat dan dalam kita akan mendapatkan bahwa sesungguhnya selama lima tahun itu minimal yang terjadi adalah pemiskinan dan pembodohan yang terstruktur. Kemiskinan dan kobodohan rakyat luas sengaja dipelihara dan dipoles dengan polesan yang menghibur. Situasi yang menyakitkan nan perih (kebodohan san kemiskinan) inilah yang kemudian diberi “obat penenang” di saat diperlukan (musim kampanye/politik). Bantuan sosial misalnya digelunturkan bahkan dinaikkan secara masif di saat musim kampanye itu.

Pola-pola jahat nan licik di inilah yang kita lihat di berbagai belahan dunia yang disebut dunia ketiga (third world). Pembangunan nampak masif. Infrastruktur dibangun di mana-mana. Duit memang banyak, bahkan dengan utang yang membengkak. Tapi rakyat tetap ditinggalkan begitu saja. Kerap justeru harus tergusur atas nanam pembangunan dan kemajuan itu.

Untuk meredam suara-suara kritis masyarakat, tidak jarang mereka dihibur, selain dengan janji-janji yang menggiurkan, juga bantuan sosial yang digelunturkan tadi. Jika cara ini tidak efektif maka yang terjadi adalah repressi atau tekanan bahkan kekerasan atas nama pengamanan dan ketertiban.

Realita di atas ini mengingatkan kita akan cara-cara licik dalam memenangkan hawa nafsu kekuasaan di banyak negara. Betapa rakyat yang mayoritasnya tidak terdidik biasanya terpelihara dan seolah menjadi “tabungan” pemenangan bagi kerakusan kekuasaan di musim pemilu. Mereka yang lemah, bodoh dan miskin, menjadi mainan politik. Kampanye-kampanye pun bukan untuk mendidik masyarakat tentang siapa calon yang lebih baik, baik dalam karakter dan kepribadian punya ide dan gagasan. Tapi siapa yang bisa memberi hiburan sesaat; joget ria dan sembako murahan.

Sementara kampanye yang mendidik, mencerahkan dan mencerdaskan dianggap seolah tidak berlaku. Rakyat jelata pun semakin dikorbankan dengan ragam pembodohan. Yang cerdas, mencerahkan dan berwawasan dibalik secara sistemik menjadi seolah tidak memberi harapan. Kampanye-kampanye usang dipoles sesuai kadar pemikiran yang dipelihara selama ini. Figur-figur politik, usaha, dan dunia hiburan pun berkolaborasi untuk semakin menina bobokkan rakyat dalam kebodohan dan kemiskinannya.

Sementara pihak yang hadir untuk merubah nasib tragis rakyat kecil, ingjn menghadirkan perubahan yang mendasar di kehidupan masyarakat dibalik seolah ancaman yang membahayakan. Suatu realita yang sesungguhnya tidak asing. Karena begitu pulalah nasib Musa ketika menghadapi Fir’aun. Atau ketika Ibrahim menghadapi Namrud… ketika kebenaran menghadapi kebatilan.

Semoga kebenaran akan menampakkan diri dan menang pada waktunya. Karena saya sangat yakin kemenangan itu akan selalu berada di pihak kebenaran. Kemenangan bagi kebenaran itu bukan lagi dengan kata “if” (jikalau). Tapi dengan kata “when” (kapan). Ini masalah waktu bung!

Pertanyaannya adalah apakah anda  menjadi bagian dari sejarah memenangkan kebenaran? Atau justeru anda menjadi kolaborator kejahatan dan berbagai manipulasi dalam kehidupan manusia. “Ask your heart!”.

Kampong New York, 16 Pebruari 2024

Penulis: Dr. Imam Shamsi Ali, MA

Berita Terkait

Sidang Paripurna: DPD RI Sepakati Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu 2024

Dewan Perwakilan Daerah atau DPD Republik Indonesia akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Kecurangan Pemilu untuk mengungkap banyaknya dugaan pelanggaran dan kecurangan pada penyelenggaraan pemilu serentak 2024.

Hasil Rekap 3 Hari: AMIN Menang di 15 PPLN, Kantongi 46.874 suara

Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat nasional selama 3 hari ini, mencatat kemenangan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) di beberapa daerah.

Jimly Asshiddiqie Persilakan Penggunaan Hak Angket: Bisa Jadi yang Menang Akan Kalah di MK

Jimly Asshiddiqie mengatakan kalau ingin melakukan hak angket maka boleh saja, pasalnya ini untuk memberi ruang terkait kekecewaan publik.

Refly Harun: Haram Hukumnya Dipimpin oleh Pemimpin dari Hasil Kecurangan

Saya terus terang ya bapak-bapak ibu-ibu sekalian tidak mau negeri ini dipimpin oleh pemimpin yang memenangkan pertarungan pemilu dengan cara curang, haram hukumnya karena itu pertanggungjawaban Dunia Akhirat,

Relawan AMIN dan Ganjar-Mahfud Bersatu, Gulirkan Gerakan Tolak Kecurangan Pilpres 2024

Menolak cara-cara curang Pemilu 2024 yang dilakukan oknum rezim yang melibatkan penyelenggara Pemilu dan mendesak DPR RI untuk memanggil dan meriksa semua komisioner KPU yang terlibat pada pemilu curang;

Beras Mahal dan Langka, Aleg PKS Nilai Pemerintah Gagal Produksi dan Tata Kelolanya Hingga Sengsarakan Rakyat

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Johan Rosihan menilai Kebijakan Impor beras selama ini yang selalu merugikan petani dan masyarakat luas menjadi sebab rusaknya kemandirian pangan nasional.

Lihat Semuanya